Sabtu, 24 Juli 2010

Jalan Cinta

Aku berjalan di jalan yang tak pernah ku kenal, dengan telanjang kaki dan tampa baju hangat. Udara malam yang begitu menusuk hingga terasa dalam hati, hati yang kesepian. Jalan ini begitu gelap dan sunyi. Hanya ada suara angin yang menari nari membelai rambutku. Aku ingin cepat sampai, entah sampai dimana. Aku terus coba berjalan dan terus berjalan sampai telapak kakiku lecet karena aspal yang keras dan dingin. Ku tak melihat apa pun di kanan dan kiriku, yang ada hanya bangunan tua yang berdiri kokoh dan angkuhnya. Udara semakin dingin. Bibirku mengering dan gemetar. Aku ingin cepat cepat menemukan kehangatan.
Aku melihat sesuatu di ujung jalan, tak tahu persis itu apa. Entah cahaya atau fatamorgana. Aku menghampiri sesuatu itu dengan berlari, entah apa yang mendorongku ingin berlari. Aku terus berlari, tak peduli telapak kakiku berdarah, aku hanya ingin cepat cepat menggapai sesuatu itu.
Ketika aku mendekat, aku terkejut. Aku berdiri bagai patung, sangat kaku. Bibirku terkatup katup, ingin bicara tapi tak bisa. Dia, sang cahaya itu, tersenyum hangat padaku. Pandanganku tak bisa berpaling dari kedua bola matanya yang teduh. Sang cahaya itu mendekat dan mengulurkan tangannya padaku lalu berkata, "Ikutlah aku". Aku ragu dan terdiam. "Ikutlah aku, kau akan menemukan hidupmu walau jalannya terjal berliku". Aku tetap diam. "Kau akan menemukan cinta, cinta yang bahagia, cinta yang kasih, cinta yang takut kehilangan, cinta yang membuatmu merana dan bersedih, cinta yang membuatmu resah dan gelisah setiap saat". Aku berkata lirih "Aku ragu, aku takut tidak sanggup". Kemudian dengan lembut dia meraih tanganku dan berbisik "Melalui cinta yang seperti ini, kamu akan menemukan kembali hidupmu".

Aku terbuai... Mengikutinya sampai aku tiba di sini, di hatinya yang sudah ku sakiti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar